by: Ahmed_Embun.Sebenarnya rencana ini sudah sangat lama dibicarakan, tapi Alhamdulillah akhirnya terjadi juga di hari raya Idul Adha. Ketika kami berempat berunding, “Pak Bos dihubungi dulu,” saran Akh Gatut. Rencana kami rabu akan berangkat, namun setelah menghubungi Pak Bos (sebutan Menejer) ternyata beliau sudah ada agenda pada hari rabu itu menyembelih hewan qurban.
Usul beliau, beliau akan mengajak kita bantu-bantu jadi panitia qurban setelah itu baru berangkat ke Jatim Park. Hmm… sepengalamanku, Jatim Park 1 itu buanyak banget permainannya. Mulai pagi saja serasa amat singkat waktu bermain kita, apa lagi kalau sejak siang. Akhirnya kuusulkan ke Pak Bos hari Selasa, dan Rabunya tetap ikut jadi panitia qurban. Dan “Deal..!!” jawab Pak Bos. Setelah itu kulayangkan sms, “Bismillah, Besok kumpul di basecamp berangkat jam 9. On time.” Tak lupa pula kuingatkan Fajar untuk membawa kamera. Ehm… bisalah, kami berempat mengidap penyakit narsis tingkat gawat. Hahaha…
Kebetulan hari raya Idul Adha terjadi dua pendapat, ada yang Selasa ada yang Rabu. Kami memilih Selasa. Seusai sholat sms dari Pak Bos masuk, “Afwan ana ada keperluan mendadak. Jadi nggak bisa ikut…” Waduh, Pak Bos nggak bisa. Gimana ni? Kurembukkan kepada teman-teman akhirnya tetap berangkat. Dengan pertimbangan, kalau nggak hari ini kapan lagi? Kalau hari ini nggak jadi, bakal terancam mundur atau cancel. Mumpung liburan dan ketemu semua ni… nah, akhirnya jadi juga berangkat. “Ya nggak papa Mas. Lain waktu kita ke sana lagi, bareng antum. Hehehe.” balasku pada Pak Bos. (Ya Pak, ^-^)
Kami berempat berangkat. Lalu mencari warung makan, dan kami sarapan sembari diselingi dengan obrolan-obrolan kecil (bukan gossip lho…). Dan singkat cerita sampailah kami di Jatim Park . Hmm… tiba-tiba memoryku terlempar ke masa tiga tahun yang lalu, bersama bapak, ibu dan adik-adikku berkunjung ke tempat ini.
Sepi. Kalau dibandingkan dulu saat bersama keluargaku, waktu itu hari Minggu ramainya luar biasa. Sengaja kami memilih hari sepi supaya Jatim Park jadi milik kami sendiri, hahaha (lebay.com). Akhirnya kami masuk, “ingat jangan sampai melewati satu wahana pun!” tegas Akh Gatut (siap bos). Karcis masuk Rp.40.000 sudah bisa main sepuasnya, kecuali ada beberapa permainan yang dikenakan biaya tiket lagi.
Wah, ini dia penyakit kita kambuh. Setiap wahana selalu berpose, kamera digital milik Fajar nggak pernah ngganggur. Hahaha… narsis abis. Permainan pertama yang menegangkan, Colombus, seperti kapal raksasa mengayun dengan kecepatan tinggi membuat penumpang teriak tidak karuan. Bang Jack tertunduk memejamkan mata, akh Gatut berteriak “Hentikaaaaannnn…!!” sedangkan aku sendiri teriak, “Ibuuu…” haha. Lumayan buat olah vocal, kami menjerit sekuat-kuatnya. Orang-orang sekitar menahan tawa melihat tiga orang aneh alias nggak jelas. Fajar? Dia bagian mengambil gambar. Aduh… kalau lihat hasilnya, gambarnya natural semua. Nggak ada gaya. Asli bin apa adanya, mulutku terbuka lebar. Bang Jack tertunduk dan terpejam, takut liat ketinggian. Akh Gatut nggak berbentuk. ^_^.
Permainan kedua adalah Spinning Coaster, wuih eskrim eh.. extrim. Tempatnya terlampau tinggi, kami diputar-putar, dibenturkan ke tepi, melaju di atas jalan bergelombang dengan kecepatan tinggi, dan diberhentikan mendadak. Berkali-kali. Aduh biyung… usai permainan itu, di atas kepala ini rasanya sudah banyak burung-burung berputar-putar dan keluar bintang-bintang kecil. Perut rasanya mulai ada gangguan.
Belum lama kemudian, inilah puncaknya. Permainan terakhir adalah naik kereta api naga (Jet Coaster). Kami berempat duduk manis dan bersiap mengikuti permainan. Klakson berbunyi seperti klakson fuso, berbunyi panjang tanda kereta mulai berjalan. Dan wushhhh….!! Kami menjerit lagi..! Allahuakbar. Kali ini sirkuitnya melilit-lilit. Tiga kali berputar, ampun… selesai itu aku sempoyongan. Tak sempurna aku berjalan. Keringat dingin mulai bercucuran. “Ampunn… kapok..!” kesalku. Angin dari perut mulai mendesak ke luar keronggkongan. Kami mabuk darat!
Selepas itu kami langsung masuk ke dalam rumah misteri yang bau dupa dan pengap sekali ruangannya, bertambah pula rasa mual di perut. Aduh… cepatlah keluar. “Ayo bakso dulu, perut sudah kacau..!” usulku. Kami pun makan, dan minum teh hangat untuk memulihkan perut kami kembali. Ah, Alhamdulillah… Akhirnya tenang juga. Berakhir sudah cerita itu. Itulah sepotong episode rihlah Embun, apanya yang menarik? :)
Catatan kecil ini kugoreskan untuk mengabadikan kenangan yang terlalu manis untuk dibiarkan terlintas dalam pikiran tanpa terpahat “abadi” di dalam catatan. Kisah kami berempat dalam mozaik yang mustahil akan terulang. Semoga ukhuwah ini semakin erat di setiap kita melalui segala situasi dan peristiwa. “Embun, meski setitik tetaplah berbagi.” ^_^.
salam shilaturahim untuk semua sahabat...
Malang, 12 Dzulhijjah 1431 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar